Hak-Hak buruh
migran dalam konvensi ILO nomor 189 sebagai berikut ini :
1. Hak
dasar pekerja rumah tangga
Promosi dan perlindungan hak asasi
manusia seluruh pekerja rumah tangga (Pasal 3). Penghormatan dan perlindungan
prinsip-prinsip dan hak dasar di tempat kerja seperti kebebasan berserikat dan
pengakuan efektif terhadap hak atas perundingan bersama, penghapusan segala
bentuk kerja paksa atau kerja wajib, penghapusan pekerja anak, penghapusan
diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan (Pasal 3, 4, 11). Perlindungan efektif
dari segala bentuk penyalahgunaan, pelecehan, dan kekerasan (pasal 5).
Ketentuan kerja yang fair dan kondisi hidup yang layak (pasal 6).
2. Informasi
mengenai syarat dan ketentuan kerja
Pekerja rumah tangga harus diberi
informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja mereka dengan cara yang mudah
dipahami dan sebaiknya melalui kontrak tertulis (Pasal 7).
3. Jam
kerja
Jam kerja ditujukan untuk menjamin
perlakuan yang sama antara pekerja rumah tangga dan pekerja secara umum
berkaitan dengan jam kerja normal, kompensasi lembur, masa istirahat harian dan
mingguan dan cuti tahunan berbayar. Masa istirahat mingguan sekurang-kurangnya
24 jam kerja berturut-turut (pasal 10).
4. Pengupahan
Menggunakan upah minimum jika
aturan upah minimum ada untuk pekerja lain. Pembayaran dilakukan dengan tunai
tidak lebih lama dari satu bulan. Sedangkan pembayaran dengan transfer bisa
dilakukan jika diatur dalam undang-undang, kesepakatan bresama atau persetujuan
pekerja. Pembayaran dengan barang diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu
sesuai pasal 12. Agen tenaga kerja swasta juga tidak diperkenankan memotong
biaya jasa dari upah pekerja.
5. Keselamatan,
kesehatan kerja, dan jaminan sosial
Pekerja rumah tangga memiliki hak atas lingkungan
kerja yang aman dan sehat sebagaimana tercantum dalam pasal 13. Pekerja rumah
tangga mendapatkan jaminan sosial serta tunjangan persalinan (pasal 14).
Hubungan calon TKI dan PJTKI
sebenarnya diatur dalam pasal 51 dan 52 UU PPTKILN mengenai Pengurusan Dokumen,
salah satunya adalah Perjanjian Penempatan. Surat Perjanjian Penempatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf h dibuat secara tertulis dan
ditandatangani CTKI dan PJTKI/PPTKIS. Di dalam pasal 52 UU PPTKILN, perjanjian
penempatan memuat sekurang-kurangnya beberapa hal berikut ini :
1.
Nama dan alamat pelaksana penempatan TKI
swasta;
2.
Nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, dan alamat calon TKI;
3.
Nama dan alamat calon P engguna;
4. Hak dan kewajiban para pihak dalam
rangka penempatan TKI di luar negeri yang harus sesuai dengan kesepakatan dan
syarat-syarat yang ditentukan oleh calon Pengguna tercantum dalam perjanjian kerjasama
penempatan;
5.
Jabatan dan jenis pekerjaan calon TKI
sesuai permintaan Pengguna;
6. Jaminan pelaksana penempatan TKI swasta
kepada calon TKI dalam hal Pengguna tidak memenuhi kewajibannya kepada TKI
sesuai perjanjian kerja;
7.
Waktu keberangkatan calon TKI;
8.
Biaya penempatan yang harus ditanggung
oleh calon TKI dan cara pembayarannya;
9.
Tanggung jawab pengurusan penyelesaian
masalah;
10.
Akibat atas terjadinya pelanggaran
perjanjian penempatan TKI oleh salah satu pihak;
11.
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian
penempatan TKI.
Perjanjian penempatan dibuat dua
rangkap dengan materai cukup dan masing-masing pihak mendapatkan satu. Selain
itu jika CTKI dan PJTKI mengalami sengketa, UU PPTKILN juga mengaturnya dalam
pasal 85. Jika terjadi sengketa, kedua belah pihak bisa mengupayakan
penyelesaian secara damai dengan musyawarah. Jika musyawarah tidak tercapai
bisa meminta bantuan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
sepreti BP3TKI, BNP2TKI, Disnakertrans, atau Kemenakertrans.
Penampungan calon TKI telah diatur
dalam Peraturan Menteri nomor PER-07/MEN/IV/2005. PPTKIS yang gagal
menyelenggarakan penampungan calon TKI yang memadai berarti telah melanggar
ketentuan tersebut. Konsekuensinya, calon TKI dapat mengajukan keberatan dan gugatan
kepada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar PPTKIS tersebut dibekukan
atau tidak lagi dapat beroperasi.
Peraturan Menteri Nomor 07 tahun
2005 tersebut mengatur beberapa hal penting seperti standar bangunan, tata
letak penampungan dan pelayanan calon TKI. Standar bangunan yang dapat
digunakan sebagai penampungan calon TKI sebagaimana diatur dalam pasal 2,
yaitu:
- Bangunan tempat penampungan calon TKI laki-laki dan perumpuan harus terpisah.
- Ruang tidur untuk setiap orang minimal 7 meter kubik.
- Satu kamar tidur maksimal dihuni oleh 8 orang, dilengkapi dengan tempat tidur tunggal, kasur, bantal dan sprei, tempat
- Pakaian/barang calon TKI, ventilasi, kipas angin, dan lampu penerangan cukup.
- Lantai dan dinding tempat penampungan calon TKI harus bersih dan tidak lembab.
- Lokasi tempat penampungan jauh dari sumber pencemaran yang mengganggu kesehatan fisik dan mental.
- pagar halaman tidak tertutup rapat dan dijaga selama 24 jam oleh Satpam.
- lokasi tempat penampungan dekat dengan jalan raya dan mudah dijangkau.
- di halaman depan dipasang papan nama berukuran 100 x 200 Cm setinggi 300 Cm dan diberi penerangan yang cukup.
j.
Selain itu, penampungan calon TKI harus
menyediakan fasilitas berikut:
•
Ruang administrasi untuk mengerjakan
pekerjaan kantor.
•
Penitipan barang berharga calon TKI.
•
Papan display/daftar penghuni tempat
penampungan.
•
Ruang istirahat dengan TV/Radio.
•
Ruang untuk penerima tamu.
•
Ruang makan yang sehat dan bersih.
•
Ruang dapur yang bersih dan layak pakai.
•
Ruang ibadah.
•
Air bersih untuk minum, cuci, dan mandi.
•
Kamar mandi dan WC yang bersih dan
tertutup.
•
Ruang cuci dan menjemur pakaian yang
cukup.
•
Penerangan ruangan dan halaman yang
cukup.
•
Alat pemadam kebakaran ringan (APAR).
• Sarana telekomunikasi berupa telpon
permanen yang dapat diakses oleh calon TKI.
•
Sarana transportasi berupa kendaraan
roda empat, dan
•
Ruang klinik dilengkapi
dengan tempat pembuangan sampah yang tertutup dengan jumlah yang memadai dan
pada waktunya sampah harus dibuang ke pembuangan akhir atau dibakar di tempat
yang aman; dan
tersedia pintu darurat atau jalan keluar
dengan arah terbuka keluar yang aman dari bahaya kebakaran.
Mari mengenali hak-hak buruh migran
yang termaktub dalam undang-undang. Dimulai dari undang-undang dasar 1945,
pertama-tama secara umum di dalam pasal 27 ayat 2 negara menjamin bahwa setiap
warga negara Indonesia memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi
kemanusian.
Selanjutnya di pasal 28
undang-undang yang sama, ada beberapa poin yang bisa dijadikan buruh migran
atau pegiat buruh migran sebagai rujukan untuk advokasi.
Pasal 28D ayat 1 misalnya setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pada ayat kedua pasal yang
sama, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan, diperlakukan
adil, dan layak dalam hubungan kerja.
Di dalam pasal 28G ayat 1 juga
disinggung bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda. Selain pasal-pasal dalam undang-undang
dasar yang disebutkan di atas ada juga beberapa pasal dalam undang-undang dasar
yang bisa dijadikan rujukan untuk memperkuat posisi buruh migran, yakni pasal
28D ayat 1, pasal 28H ayat 1, dan pasal 28I ayat 4.
Meski UU No.39 tahun 2004 ini
terdapat banyak kekurangan, tetapi penting kiranya untuk mengetahui seperti apa
hak-hak buruh migran di dalam undang-undang ini. Hak buruh migran di UU No.39
tahun 2004 terdiri dari 8 hak :
•
Hak untuk bekerja di luar negeri
• Hak memperoleh informasi yang benar
mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri.
• Hak untuk memperoleh pelayanan dan
perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri.
•
Hak untuk memperoleh kebebasan menganut
agama dan keyakinan serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan
yang dianutnya.
•
Hak untuk mendapat upah sesuai dengan
standar yang berlaku di negara tujuan.
•
Hak memperoleh kesempatan, dan perlakuan
yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lain sesuai dengan peraturan
undang-undang di negara tujuan.
•
Hak untuk memperoleh jaminan hukum
sesuai dengan peraturan perundangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat
dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang telah ditetapkan sesuai
dengan peraturan undang-undang selama penempatan di luar negeri.
•
Hak untuk memperoleh jaminan
perlindungan keselamatan dan keamanan saat kepulangan ke tempat asal dan hak
untuk memperoleh naskah perjanjia kerja yang asli.
Sebelum berangkat ke negara tujuan
masing-masing, TKI akan tinggal di penampungan yang disediakan perusahaan
penyalur. Lama waktu tinggal TKI adalah paling cepat 30 hari dan paling lama 90
hari untuk TKI yang akan terbang ke Timur Tengah; TKI yang akan berangkat ke
Asia Pasifik paling sedikit 60 hari dan paling banyak 120 hari (kecuali TKI ke
Hong Kong, paling lama 180 hari).
Selama di penampungan, pemerintah
telah menjamin hak-hak bagi TKI lewat Peraturan Menteri nomor
PER-07/MEN/IV/2005. PPTKIS yang gagal menyelenggarakan penampungan calon TKI
yang memadai berarti telah melanggar ketentuan tersebut. Konsekuensinya, calon
TKI dapat mengajukan keberatan dan gugatan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi agar PPTKIS tersebut dibekukan atau tidak lagi dapat beroperasi.
Selama di penampungan sebelum keberangkatan, TKI
berhak:
•
Memperoleh pemeriksaan kesehatan,
•
Mendapat pelatihan uji kompetensi.
•
Dibantu mengurus dokumen perjalanan
(paspor, visa, tiket).
•
Mendapat Pembekalan Akhir Pemberangkatan
(PAP).
•
Menandatangani perjanjian kerja.
•
Dibantu mengurus rekomendasi bebas
fiskal luar negeri (BFLN).
•
Berkomunikasi dengan keluarga.
•
Beribadah.
•
Memakai fasilitas di penampungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Maaf jika masih ancur karena blog ini di buat apa adanya