Daftar Blog Saya

Label

Senin, 10 Oktober 2016

Hak-Hak buruh migran dalam konvensi ILO nomor 189

Hak-Hak buruh migran dalam konvensi ILO nomor 189 sebagai berikut ini :

1.      Hak dasar pekerja rumah tangga
Promosi dan perlindungan hak asasi manusia seluruh pekerja rumah tangga (Pasal 3). Penghormatan dan perlindungan prinsip-prinsip dan hak dasar di tempat kerja seperti kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak atas perundingan bersama, penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib, penghapusan pekerja anak, penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan (Pasal 3, 4, 11). Perlindungan efektif dari segala bentuk penyalahgunaan, pelecehan, dan kekerasan (pasal 5). Ketentuan kerja yang fair dan kondisi hidup yang layak (pasal 6).

2.      Informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja
Pekerja rumah tangga harus diberi informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja mereka dengan cara yang mudah dipahami dan sebaiknya melalui kontrak tertulis (Pasal 7).

3.      Jam kerja
Jam kerja ditujukan untuk menjamin perlakuan yang sama antara pekerja rumah tangga dan pekerja secara umum berkaitan dengan jam kerja normal, kompensasi lembur, masa istirahat harian dan mingguan dan cuti tahunan berbayar. Masa istirahat mingguan sekurang-kurangnya 24 jam kerja berturut-turut (pasal 10).

4.      Pengupahan
Menggunakan upah minimum jika aturan upah minimum ada untuk pekerja lain. Pembayaran dilakukan dengan tunai tidak lebih lama dari satu bulan. Sedangkan pembayaran dengan transfer bisa dilakukan jika diatur dalam undang-undang, kesepakatan bresama atau persetujuan pekerja. Pembayaran dengan barang diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu sesuai pasal 12. Agen tenaga kerja swasta juga tidak diperkenankan memotong biaya jasa dari upah pekerja.

5.      Keselamatan, kesehatan kerja, dan jaminan sosial
Pekerja rumah tangga memiliki hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat sebagaimana tercantum dalam pasal 13. Pekerja rumah tangga mendapatkan jaminan sosial serta tunjangan persalinan (pasal 14).

Hubungan calon TKI dan PJTKI sebenarnya diatur dalam pasal 51 dan 52 UU PPTKILN mengenai Pengurusan Dokumen, salah satunya adalah Perjanjian Penempatan. Surat Perjanjian Penempatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf h dibuat secara tertulis dan ditandatangani CTKI dan PJTKI/PPTKIS. Di dalam pasal 52 UU PPTKILN, perjanjian penempatan memuat sekurang-kurangnya beberapa hal berikut ini :
1.                  Nama dan alamat pelaksana penempatan TKI swasta;
2.                  Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan alamat calon TKI;
3.                  Nama dan alamat calon P engguna;
4.         Hak dan kewajiban para pihak dalam rangka penempatan TKI di luar negeri yang harus sesuai dengan kesepakatan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh calon Pengguna tercantum dalam perjanjian kerjasama penempatan;
5.                  Jabatan dan jenis pekerjaan calon TKI sesuai permintaan Pengguna;
6.            Jaminan pelaksana penempatan TKI swasta kepada calon TKI dalam hal Pengguna tidak memenuhi kewajibannya kepada TKI sesuai perjanjian kerja;
7.                  Waktu keberangkatan calon TKI;
8.                  Biaya penempatan yang harus ditanggung oleh calon TKI dan cara pembayarannya;
9.                  Tanggung jawab pengurusan penyelesaian masalah;
10.              Akibat atas terjadinya pelanggaran perjanjian penempatan TKI oleh salah satu pihak;
11.              Tanda tangan para pihak dalam perjanjian penempatan TKI.
Perjanjian penempatan dibuat dua rangkap dengan materai cukup dan masing-masing pihak mendapatkan satu. Selain itu jika CTKI dan PJTKI mengalami sengketa, UU PPTKILN juga mengaturnya dalam pasal 85. Jika terjadi sengketa, kedua belah pihak bisa mengupayakan penyelesaian secara damai dengan musyawarah. Jika musyawarah tidak tercapai bisa meminta bantuan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sepreti BP3TKI, BNP2TKI, Disnakertrans, atau Kemenakertrans.

Penampungan calon TKI telah diatur dalam Peraturan Menteri nomor PER-07/MEN/IV/2005. PPTKIS yang gagal menyelenggarakan penampungan calon TKI yang memadai berarti telah melanggar ketentuan tersebut. Konsekuensinya, calon TKI dapat mengajukan keberatan dan gugatan kepada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar PPTKIS tersebut dibekukan atau tidak lagi dapat beroperasi.

Peraturan Menteri Nomor 07 tahun 2005 tersebut mengatur beberapa hal penting seperti standar bangunan, tata letak penampungan dan pelayanan calon TKI. Standar bangunan yang dapat digunakan sebagai penampungan calon TKI sebagaimana diatur dalam pasal 2, yaitu:
  1. Bangunan tempat penampungan calon TKI laki-laki dan perumpuan harus terpisah.
  2. Ruang tidur untuk setiap orang minimal 7 meter kubik.
  3. Satu kamar tidur maksimal dihuni oleh 8 orang, dilengkapi dengan tempat tidur tunggal, kasur, bantal dan sprei, tempat
  4. Pakaian/barang calon TKI, ventilasi, kipas angin, dan lampu penerangan cukup.
  5. Lantai dan dinding tempat penampungan calon TKI harus bersih dan tidak lembab.
  6. Lokasi tempat penampungan jauh dari sumber pencemaran yang mengganggu kesehatan fisik dan mental.
  7. pagar halaman tidak tertutup rapat dan dijaga selama 24 jam oleh Satpam.
  8. lokasi tempat penampungan dekat dengan jalan raya dan mudah dijangkau.
  9. di halaman depan dipasang papan nama berukuran 100 x 200 Cm setinggi 300 Cm dan diberi penerangan yang cukup.

j.        Selain itu, penampungan calon TKI harus menyediakan fasilitas berikut:
                     Ruang administrasi untuk mengerjakan pekerjaan kantor.
                     Penitipan barang berharga calon TKI.
                     Papan display/daftar penghuni tempat penampungan.
                     Ruang istirahat dengan TV/Radio.
                     Ruang untuk penerima tamu.
                     Ruang makan yang sehat dan bersih.
                     Ruang dapur yang bersih dan layak pakai.
                     Ruang ibadah.
                     Air bersih untuk minum, cuci, dan mandi.
                     Kamar mandi dan WC yang bersih dan tertutup.
                     Ruang cuci dan menjemur pakaian yang cukup.
                     Penerangan ruangan dan halaman yang cukup.
                     Alat pemadam kebakaran ringan (APAR).
                    Sarana telekomunikasi berupa telpon permanen yang dapat diakses oleh calon TKI.
                     Sarana transportasi berupa kendaraan roda empat, dan
                     Ruang klinik dilengkapi dengan tempat pembuangan sampah yang tertutup dengan jumlah yang memadai dan pada waktunya sampah harus dibuang ke pembuangan akhir atau dibakar di tempat yang aman; dan
 tersedia pintu darurat atau jalan keluar dengan arah terbuka keluar yang aman dari bahaya kebakaran.
Mari mengenali hak-hak buruh migran yang termaktub dalam undang-undang. Dimulai dari undang-undang dasar 1945, pertama-tama secara umum di dalam pasal 27 ayat 2 negara menjamin bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusian.
Selanjutnya di pasal 28 undang-undang yang sama, ada beberapa poin yang bisa dijadikan buruh migran atau pegiat buruh migran sebagai rujukan untuk advokasi.
Pasal 28D ayat 1 misalnya setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pada ayat kedua pasal yang sama, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan, diperlakukan adil, dan layak dalam hubungan kerja.
Di dalam pasal 28G ayat 1 juga disinggung bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda. Selain pasal-pasal dalam undang-undang dasar yang disebutkan di atas ada juga beberapa pasal dalam undang-undang dasar yang bisa dijadikan rujukan untuk memperkuat posisi buruh migran, yakni pasal 28D ayat 1, pasal 28H ayat 1, dan pasal 28I ayat 4.
Meski UU No.39 tahun 2004 ini terdapat banyak kekurangan, tetapi penting kiranya untuk mengetahui seperti apa hak-hak buruh migran di dalam undang-undang ini. Hak buruh migran di UU No.39 tahun 2004 terdiri dari 8 hak :
                     Hak untuk bekerja di luar negeri
         Hak memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri.
          Hak untuk memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri.
                     Hak untuk memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinan serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.
                     Hak untuk mendapat upah sesuai dengan standar yang berlaku di negara tujuan.
                     Hak memperoleh kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lain sesuai dengan peraturan undang-undang di negara tujuan.
                     Hak untuk memperoleh jaminan hukum sesuai dengan peraturan perundangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan undang-undang selama penempatan di luar negeri.
                     Hak untuk memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan saat kepulangan ke tempat asal dan hak untuk memperoleh naskah perjanjia kerja yang asli.
Sebelum berangkat ke negara tujuan masing-masing, TKI akan tinggal di penampungan yang disediakan perusahaan penyalur. Lama waktu tinggal TKI adalah paling cepat 30 hari dan paling lama 90 hari untuk TKI yang akan terbang ke Timur Tengah; TKI yang akan berangkat ke Asia Pasifik paling sedikit 60 hari dan paling banyak 120 hari (kecuali TKI ke Hong Kong, paling lama 180 hari).
Selama di penampungan, pemerintah telah menjamin hak-hak bagi TKI lewat Peraturan Menteri nomor PER-07/MEN/IV/2005. PPTKIS yang gagal menyelenggarakan penampungan calon TKI yang memadai berarti telah melanggar ketentuan tersebut. Konsekuensinya, calon TKI dapat mengajukan keberatan dan gugatan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar PPTKIS tersebut dibekukan atau tidak lagi dapat beroperasi.
Selama di penampungan sebelum keberangkatan, TKI berhak:
                     Memperoleh pemeriksaan kesehatan,
                     Mendapat pelatihan uji kompetensi.
                     Dibantu mengurus dokumen perjalanan (paspor, visa, tiket).
                     Mendapat Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP).
                     Menandatangani perjanjian kerja.
                     Dibantu mengurus rekomendasi bebas fiskal luar negeri (BFLN).
                     Berkomunikasi dengan keluarga.
                     Beribadah.
                     Memakai fasilitas di penampungan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf jika masih ancur karena blog ini di buat apa adanya