Daftar Blog Saya

Label

Senin, 08 Juni 2015

Tenaga Kerja Indonesia

Sejarah Tenaga Kerja Indonesia
Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah koloni Belanda. Bahan yang diperoleh dari Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menyebutkan, sejak 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak untuk dipekerjakan di perkebunan di Suriname. Tujuannya untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud pelaksanaan politik penghapusan perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan di Suriname terlantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil perkebunan turun drastis. Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa. Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 dengan Kapal SS Koningin Emma. Pelayaran jarak jauh ini singgah di negeri Belanda dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Jumlah TKI gelombang pertama sebanyak 94 orang terdiri 61 pria dewasa, 31 wanita, dan 2 anak-anak. Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan sejak 1890 sampai 1939 mencapai 32.986 orang, dengan menggunakan 77 kapal laut. (BNP2TKI, 2014)

2.      Definisi Tenaga Kerja Indonesia
Menurut pasal 1 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, selanjutnya dijelaskan dalam pasal 4 bahwa pemerintah mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
Tenaga Kerja Indonesia (disingkat TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. (Disnakertrans, 2009).

3.      Hak-Hak Tenaga Kerja Indonesia

Hak-Hak buruh Migran atau TKI dalam konvensi ILO Nomor 189 sebagai berikut ini :

a.       Hak Dasar Pekerja Rumah Tangga
Promosi dan perlindungan hak asasi manusia seluruh pekerja rumah tangga (Pasal 3). Penghormatan dan perlindungan prinsip-prinsip dan hak dasar di tempat kerja seperti kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak atas perundingan bersama, penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib, penghapusan pekerja anak, penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan (Pasal 3, 4, 11). Perlindungan efektif dari segala bentuk penyalahgunaan, pelecehan, dan kekerasan (pasal 5). Ketentuan kerja yang seimbang dan kondisi hidup yang layak (pasal 6).
b.      Informasi Mengenai Syarat dan Ketentuan Kerja
Pekerja rumah tangga harus diberi informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja mereka dengan cara yang mudah dipahami dan sebaiknya melalui kontrak tertulis (Pasal 7).
c.       Jam Kerja
Jam kerja ditujukan untuk menjamin perlakuan yang sama antara pekerja rumah tangga dan pekerja secara umum berkaitan dengan jam kerja normal, kompensasi lembur, masa istirahat harian dan mingguan dan cuti tahunan berbayar. Masa istirahat mingguan sekurang-kurangnya 24 jam kerja berturut-turut (pasal 10).
d.      Pengupahan
Menggunakan upah minimum jika aturan upah minimum ada untuk pekerja lain. Pembayaran dilakukan dengan tunai tidak lebih lama dari satu bulan. Sedangkan pembayaran dengan transfer bisa dilakukan jika diatur dalam undang-undang, kesepakatan bresama atau persetujuan pekerja. Pembayaran dengan barang diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu sesuai pasal 12. Agen tenaga kerja swasta juga tidak diperkenankan memotong biaya jasa dari upah pekerja.
e.       Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Jaminan Sosial
Pekerja rumah tangga memiliki hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat sebagaimana tercantum dalam pasal 13. Pekerja rumah tangga mendapatkan jaminan sosial serta tunjangan persalinan (pasal 14).
  

4.      Beberapa Jenis-Jenis Pekerjaan Tenaga Kerja Indonesia
Pandangan masyarakat mengenai TKI adalah menjadi seorang pembantu atau istilah sekarang menyebutnya sebagai asisten rumah tangga pada kenyataannya jenis pekerjaan TKI itu bukan hanya sekedar pembantu, menurut BNP2TKI (2014) ada banyak jenis-jenis pekerjaan yang diperuntukan oleh TKI seperti menjadi :
a.      Builder's Labourer.
Tukang bangunan yang bisa membangun rumah atau gedung , memelihara dan memperbaiki rumah dan bangunan kecil.
b.      Nurseryperson.
Seorang pekerja yang bertugas untuk merawat orang yang sakit atau sudah lanjut usia yang kurang mampu melakukan kesehariannya.
c.       Quality Assurance Manager.
bagian dari manajemen mutu difokuskan pada penyediaan keyakinan bahwa persyaratan mutu akan terpenuhi.
d.      Baker. 
Pembuat roti, dapat membuat berbagai jenis macam roti.
e.       Cook.
Koki atau Ahli memasak segala jenis masakan.
f.        Waiter/Waitress.
Pelayan restoran
g.      Kitchen hand .
membantu koki dan koki dalam menyiapkan dan menyimpan makanan, mencuci piring dan peralatan dapur, dan membersihkan area kerja.
h.      Restaurant Worker.
Pekerja restoran seperti, cuci piring atau pelayan.
i.        Butcher or Smallgoods Maker.
memilih, memotong, memangkas dan mempersiapkan daging untuk dijual atau penyediaan.
j.        Painter.
Pelukis, menerapkan cat, pernis, wallpaper dan lainnya untuk melindungi, memelihara dan menghias permukaan interior dan eksterior bangunan domestik, komersial dan industri dan struktur lainnya.
k.       Electrician (General) 
menginstal sistem kabel (pencahayaan, keamanan, kebakaran) dan peralatan instalasi listrik.
l.        Vehicle Painter.
Pengecat mobil, seseorang yang dapat mengecat mobil dengan baik dan pandai dalam memadukan warna.
m.    Caretaker.
seseorang yang disewa untuk mengurus sesuatu, seperti menjaga rumah, merawat orang yang sudah tua, dll.
n.      Dairy Cattle Farm Assistant Manager.
Seorang asisten peternakan sapi perah yang bertanggung jawab untuk membantu dalam pengelolaan kawanan susu dan operasi susu seperti yang diarahkan.
o.      Site Supervisor.
Supervisor lapangan adalah orang yang berhubungan langsung dengan manajer. Namun dalam konteks tanggung jawab, supervisor mempunyai tugas yang tidak kalah berat. Dalam banyak kasus, supervisor memiliki tugas yang strategis karena langsung terjun di lapangan melaksanakan semua rencana dari manajer. Supervisor memiliki bawahan yang dalam struktur organisasi disebut karyawan non manajerial atau staf. Dalam beberapa industri ada pula supervisor yang tidak mempunyai staf.           
p.      Crane Operator.
Pengemudi crane disebut crane operator. Tugas dan tanggung jawab seorang crane operator sangatlah berat oleh karena itu seorang crane operator haruslah seorang yang sudah memenuhi syarat, lulus sertifikasi sebagai crane operator dan juga berpengalaman dalam mengoperasikan crane yang akan dioperasikan tersebut. Maksudnya adalah orang yang akan mengoperasikan suatu crane, maka orang tesebut atau crane operator tersebut haruslah orang yang sudah familiar terhadap crane yang akan dioperasikan. Mengapa demikian, karena setiap crane tentu mempunyai spesifikasi dan juga karateristik yang berbeda, walaupun dari tipe dan pembuatan yang sama.   
  
5.      Perlindungan Hukum Terhadap Para TKI
Perlindungan hukum terhadap para TKI juga sudah dimuat dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban:
a.   Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri.
b.      Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI.
c.  Membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri.
d.   Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan.Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan

Sabtu, 06 Juni 2015

NOMOPHOBIA

  1. Definisi
Nomophobia adalah jenis fobia yang ditandai ketakutan berlebihan jika seseorang kehilangan ponsel, komputer, atau alat-alat komunikasi lainnya. Nomophobia dianggap sebagai gangguan dari dunia modern dan mengacu pada ketidaknyamanan atau kecemasan yang disebabkan oleh berada di luar kontak dengan MP (Mobile Phone/ telepon selular) atau komputer. Ini adalah ketakutan patologis yang muncul ketika seseorang berada diluar jangkauan dengan teknologi. Terdapat laporan kasus nomophobia tentang seorang pasien yang terus menerus menyimpan ponsel bersamanya sejak tahun 1995 karena kebutuhan yang berlebihan untuk merasa aman dan dapat segera menghubungi layanan darurat dan orang-orang yang percaya saat dia merasa sakit.
  1. Ciri-ciri
Nomophobia atau 'no mobile phone phobia' memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini :
a. Ketidakmampuan untuk mematikan ponsel
b. Obsesif memeriksa panggilan, email dan SMS
c. Terus-menerus mengisi baterai karena takut kehabisan
d. Membawa ponsel kemanapun pergi, bahkan hingga ke kemar mandi
e. Ketika kehilangan ponsel mengalami gejala, panik pusing, gemetar, berkeringat, jantung berdegub kencang dan dada sesak.
Jumlah orang yang menderita nomophobia terungkap dalam sebuah studi oleh SecurEnvoy, dan menunjukkan peningkatan dari penelitian serupa empat tahun lalu, di mana 53% orang mengakui rasa takutnya kehilangan telepon mereka. Dalam studi terbaru, dari 1.000 orang yang disurvei di Inggris, 66% mengatakan mereka merasa ketakutan. Dewasa muda berusia antara 18 dan 24 - cenderung menjadi yang paling kecanduan ponsel mereka, dengan 77% mengatakan tidak mampu untuk tinggal terpisah selama lebih dari beberapa menit, dan mereka yang berusia 25 sampai 34 mengikuti dengan 68%. Angka itu naik dari penelitian serupa empat tahun lalu, di mana 53%  orang mengaku fobia.
Studi ini menunjukkan bahwa penderita nomophobia bahkan dapat memeriksa ponselnya hingga 34 kali sehari dan 75%nya menggunakan telepon di kamar mandi atau ke toilet dengan mengatakannya setara sebagai pengganti koran modern. Ketakutan tersebut termasuk dalam hal kehabisan baterai, melewatkan telepon atau sms, dan melewatkan informasi penting dari jejaring sosial.

            Andy Kemshall, co-pendiri SecurEnvoy, mengatakan: "Penelitian pertama ke nomophobia, yang dilakukan empat tahun lalu, mengungkapkan bahwa 53% orang menderita dari kondisi dan penelitian kami menunjukkan hal ini sekarang telah meningkat menjadi 66% di Inggris dan tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wanita sedikit lebih waspada dalam menyimpan ponselnya yaitu sebesar 70 persen dibanding pria yang hanya 61 persen. Sementara itu, pria lebih mungkin memiliki dua ponsel atau lebih dibandingkan wanita, dengan alasan menyukai teknologi atau alasan pribadi lainnya.
  1. Penyebab
Penyebab Nomophobia diantaranya :
a.       Kebosanan
b.      Tidak sabar
c.       Merasa tidak aman
d.      Banyak aplikasi yang menarik
e.       Kurang pengendalian diri

Penanganan
Desensitisasi sistematis dikembangkan oleh Josep Wolpe (Berstein, 2011). Pendekatan ini bertumpu pada fakta bahwa seseorang tidak dapat secara serempak merasa cemas atau rileks. Wolpe menggunakan “relaksasi” sebagai cara mengimbangi stimulus yang ditakuti. Desensitisasi Sistematis terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1) melatih relaksasi otot, 2) menyusun hirearki kecemasan (urutan kecemasan), dan 3) menghayalkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan yang diimbangi dengan relaksasi. Tujuan dari tahap ini adalah  menggantikan kecemasan terhadap setiap stimulus dengan relaksasi. Ini dilakukan dengan menyuruh klien membayangkan (menghayalkan) setiap stimulus yang menimbulkan kecemasan sementara klien berada dalam keberadaan relaks.
Dalam penelitian ini upaya penanganan kecemasan pada subjek penderita nomophobia dilakukan dengan menerapkan Teknik Desensitisasi Sistematis  yang merupakan salah satu teknik dalam Model Konseling Behavioral yang berfokus untuk mengkondisikan klien menjadi rileks saat menghadapi kondisi yang menyebabkan munculnya perilaku nomophobia. Menurut Wolpe (Berstein, 2011) menguraikan secara terperinci mengenai prosedur pelaksanaan teknik Desensitisasi  Sistematis yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Desensitisasi sistematis dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus yang dapat membangkitkan kecemasan nomophobia. Disediakan waktu untuk menyusun suatu tingkatan kecemasan subjek dalam area tertentu.
b.      Konselor dan subjek mendaftar hasil-hasil apa saja yang menyebabkan subjek diserang perasaan cemas dan kemudian menyusunnya secara hirarkis. Konselor menyusun suatu daftar yang bertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan atau penghindaran. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah hingga situasi yang paling buruk yang dapat dibayangkan oleh subjek.
c.       Konselor melatih subjek untuk mencapai keadaan rileks atau santai. Latihan ini dilakukan melalui suatu prosedur khusus yang disebut relaksasi yang berupaya mengkondisikan subjek dalam keadaan santai penuh. Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama subjek diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengendoran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelum latihan relaksasi dimulai, subjek diberitahu tentang cara relaksasi dalam kehidupan sehari-hari, dan cara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu.
d.      Konselor melatih subjek untuk membentuk respon-respon antagonistik yang dapat menghambat perasaan cemas. Latihan relaksasi berdasarkan teknik yang digariskan oleh Jacobson dan diuraikan secara rinci oleh Wolpe. Pemikiran dan pembayangan (imagery) situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk di pinggir danau atau berjalan-jalan di taman yang indah sering digunakan. Hal yang penting adalah bahwa subjek mencapai keadaan tenang dan damai. Subjek diajari bagaimana mengendurkan segenap otot dan bagian tubuh dengan titik berat pada otot-otot wajah. Otot-otot tangan terlebih dahulu, diikuti oleh kepala, leher dan pundak, punggung, perut, dada dan kemudian anggta-anggota badan bagian bawah. Subjek diminta untuk mempraktekkan relaksasi di luar pertemuan terapeutik, sekitar 30 menit lamanya setiap hari. Apabila subjek telah dapat belajar untuk santai dengan cepat, maka prosedur desensitisasi dapat dimulai.

e.       Pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis. Proses desensitisasi melibatkan keadaan di mana subjek sepenuhnya santai dengan mata tertutup. Pada tahap ini konselor mula-mula mengarahkan subjek agar mencapai keadaan rileks. Setelah subjek dapat mencapai keadaan rileks, konselor memverbalisasikan (menyajikan) secara berurutan dari atas ke bawah situasi-situasi yang menimbulkan perasaan cemas sebagaimana tersusun dalam hirearki dan meminta subjek untuk membayangkannya. Konselor menceritakan serangkaian situasi dan meminta subjek untuk membayangkan dirinya berada dalam situasi yang diceritakan oleh konselor tersebut. Situasi yang netral diungkapkan, dan subjek diminta untuk membayangkan dirinya berada dalam situasi  didalamnya. Jika subjek mampu tetap santai, maka dia diminta untuk membayangkan situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah. Konselor bergerak mengungkapkan situasi-situasi secara bertingkat sampai subjek menunjukkan bahwa dia mengalami kecemasan, dan pada saat itulah pengungkapan situasi diakhiri. Kemudian relaksasi dimulai lagi, dan subjek kembali membayangkan dirinya berada dalam situasi-situasi yang diungkapkan konselor. Treatmen diangggap selesai apabila subjek mampu untuk tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan. Jika subjek dapat membayangkan situasi tersebut tanpa mengalami kecemasan, konselor menyajikan situasi berikutnya dan ini terus dilakukan dengan cara yang sama sehingga seluruh situasi dalam hirarki telah disajikan dan kecemasan bias dihilangkan. Jika dengan sikap santai tidak cukup, maka konselor dapat mengulangi dengan cara meminta membayangkan situasi lain yang menyenangkan ketika ia menyajikan situasi yang menimbulkan perasaan cemas.

Sumber :


Acton, Q. Ashton. (2011). Issues in behavioral psychology: 2011 edition. Atlanta, Georgia : ScholarlyEditions

            Lee, Newton. (2012). Facebook nation: total information awareness. New York, USA : Springer.

            Wrenn, Eddie. (2012). The biggest phobia in the world? 'Nomophobia' - the fear of being without your mobile - affects 66 per cent of us. http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-2141169/The-biggest-phobia-world-Nomophobia--fear-mobile--affects-66-cent-us.html


            Berstein, A. Douglas. (2011). Essentials of psychology fifth edition. USA : Wadsworth.

LEV S. VYGOTSKY


            Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri. Adapun kritikan teori tahapan perkembangan, Vygotsky (1962) menulis, 
            “Skema-skema ini tidak memperhitungkan reorganisasi dari proses perkembangan itu sendiri, berdasarkan keutamaan yang penting dan signifikan dari karakteristik apapun terus berubah dalam transisi dari satu umur ke yang lain. Ini tidak termasuk kemungkinan melanggar masa kanak-kanak ke dalam zaman yang terpisah dengan menggunakan kriteria tunggal untuk semua usia. Perkembangan anak adalah sebuah proses yang sangat kompleks yang tidak dapat sepenuhnya didefinisikan tahap yang semata-mata atas dasar satu karakteristik.

Teori-Teori VYGOTSKY

Vygotsky menjelaskan mengenai konsep sosiokultural, yaitu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Bagi Vygotsky, perspektif historical dan cultural adalah hampir sama, karena perbedaan cultural/budaya dapat dilihat di sepanjang kontinum evolusi sosial.
Ada 2 konsep yang diajukan Vygotsky dalam Proses Mental :
  1. Internalisasi : Setiap fungsi mental yang lebih tinggi selalu melalui tahap eksternal dalam perkembangannya karena pada mulanya hal ini adalah fungsi sosial.
  2. The Zone of Proximal Development : Menurut Vygotsky, “zona perkembangan proximal menjelaskan fungsi-fungsi yang belum matang tapi sedang dalam proses kematangan”. Dalam contoh hipotesis, anak pertama menunjukkan tanda-tanda keahlian/skill yang akan berkembang melebihi kemampuan anak kedua.


Teaching thinking versus content-specific skill

Vygotsky mempertimbangkan dan menolak pandangan tentang bagaimana interaksi belajar dan perkembangan :
1.      Perkembangan adalah suatu kondisi awal yang harus muncul sebelum belajar, berarti   materi yang diajarkan di sekolah harus disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak.
2.      “Perkembangan adalah belajar” itu lebih mengarah kepada karakteristik dari teori behaviorist dan teori kognitif information processing. Belajar bukan hanya perolehan dari kemampuan untuk berpikir; belajar adalah perolehan dari banyak kemampuan khusus untuk memikirkan tentang beragam hal.
3.      Interaksi antara belajar dan perkembangan.
  
Konsep Scaffolding

Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya.

Scaffolding memiliki 5 karakteristik :
1.            Menyediakan dukungan
2.            Berfungsi sebagai tool
3.            Memperluas kemampuan seseorang
4.            Memperbolehkan menyelesaikan pekerjaan yang kelihatannya tidak mungkin diselesaikan.
Dipakai secara selektif untuk memberikan bantuan setiap saat dibutuhkan

Sumber :

Eyesenck, Michael W. & Keane, Mark T. (2000) Cognitive psychology: a student's handbook.       New York: Taylor & Francis Group

Hardy, M. Heyes, S. (1988). Pengantar psikologi, Jakarta: Erlangga.
Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. (2008). Theories of learning. edisi ke-7.   Jakarta : Kencana        Prenada Mulia
Papalia. Olds. Fledman. (2009). Human development. Salemba Jakarta: Humanika.
Ross, V. Marshall, M. Scott, A, M. (1995). Child psychology. New york: John willey &     Sons.inc.
Sandtrock, John W.  (2003) Adolescence edisi keenam. Jakarta : Erlangga
Solso, R, L. Maclin, O, H. Maclin, M, K.( 2008). Psikologi kognitif. Jakarta: Erlangga.

Suparno, P. (2006). Teori perkembangan kognitif Jean piaget. Yogyakarta: Kanisius.